MAKALAH
HADIS TARBAWI
“ILMU PENGETAHUAN DAN
KEUTAMAAN ORANG YANG BERILMU”
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hadis Tarbawi
Dosen Pengampu: Saeful Anwar, M.Ag.

Disusun oleh:
Muhammad
Alghifari
Rido Abdillah
Yuni Hairinisa
FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH
PONPES SURYALAYA
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin
Puji Syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ilmu
Pengetahuan dan Keutamaan Orang yang Berilmu”. Shalawat beserta salam semoga
tetap terlimpah curah kepada junjunan kita Nabi Muhammad saw. kepada
keluarganya, sahabatnya dan akhirnya kepada kita sebagai umat yang tunduk
terhadap ajaran yang dibawanya.
Kami ucapkan
terimakasih kepada Bapak Saeful Anwar, M.Ag. Selaku dosen pengampu mata kuliah Hadis Tarbawi. Mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami selaku penulis, umumnya bagi semua
mahasiswa.
“Innal insana
wal khoto’iwan nisyan” sesungguhnya
manusia itu adalah tempatnya salah dan lupa, oleh karena itu kami berharap
partisispasi serta kritik dan saran dari rekan-rekan. Kami juga berharap semoga
penyusunan makalah ini tercatat sebagai amal shaleh. Amin. Sekian dan
terimakasih.
Suryalaya, Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 1
C.
Tujuan Makalah.................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Pengetahuan............................................................... 3
B.
Hadis tentang Ilmu Pengetahuan.......................................................... 5
1.
Hadis tentang Menuntut Ilmu dan keutamaan Orang yang
berilmu 6
2.
Sumber Ilmu................................................................................... 9
3.
Ilmu Merupakan Petunjuk Kepada Amal....................................... 10
C. Adab-Adab Penuntut Ilmu...................................................................... 10
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................... 11
B.
Saran..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSAKA........................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu
dan pendidikan bagaikan dua sisi pada mata uang. Keduanya merupakan bagian yang
tak terpisahkan. Ilmu merupakan objek utama dalam pendidikan. Sedangkan
pendidikan merupakan proses dalam “transfer” ilmu, yang umumnya dilakukan
melalui tiga cara; yakni lisan, tulisan atau gambar dan perbuatan
(perilaku/sikap).
Mengajarkan
ilmu itu dari satu sisi adalah ibadah kepada Allah Ta’ala, dan dari sisi lain
adalah khalifah Allah ta’ala. Karena sesungguhnya Allah telah membuka atas hati
orang yang berilmu akan ilmu yang mana ilmu itu adalah sifatNya yang paling
khusus. Maka ia adalah seperti penjaga bagi gudangNya yang paling elok. Kemudian
ia diberi izin untuk membelanjakan dari padanya kepada setiap orang yang
membutuhkannya. Derajat manakah yang paling mulia daripada keadaan hamba yang
menjadi perantara antara TuhanNya Yang Maha Suci dan mahlukNya dalam rangka
mendekatkan mereka ke surga tempat tinggal? Semoga Allah menjadikan kita
termasuk golongan mereka dengan kemurahan-Nya, dan semoga Allah melimpahkan
rahmat atas setiap hamba-Nya yang terpilih.
Pangkal
kebahagiaan didunia dan akhirat adalah ilmu. Jika demikian maka ilmu itu adalah
seutama-utama amal. Bagaimana tidak, sedangkan kamu mengetahui juga bahwa
keutamaan sesuatu itu dengan kemuliaan buahnya. Dan kamu mengetahui bahwa buah
ilmu adalah dekat kepada Allah, Tuhan semesta alam, menyusul ketinggian
malaikat dan bersamaan dengan kelompok yang tertinggi. Ini di akhirat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Ilmu Pengetahuan
2.
Bagaimana redaksi hadis tentang ilmu pengetahuan
3.
Bagaimana Analisis hadis tentang ilmu pengetahuan
4.
Bagaimana hadis tentang keutamaan orang yang berilmu
5.
Bagaimana analisis hadis tentang keutamaan orang yang berilmu
C.
Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui apa itu ilmu
pengetahuan
2.
Untuk mengetahui redaksi hadis tentang ilmu pengetahuan
3.
Untuk mengetahui dan memahami penjelasan hadis tentang ilmu pengetahuan
4.
Untuk mengetahui redaksi hadis tentang keutamaan orang yang berilmu
5.
Untuk mengetahui dan memahami penjelasan hadis tentang keutamaan
orang yang berilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm
(‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti pengetahuan (al-ma’rifah),
kemudian
berkembang menjadi
pengetahuan tentang hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam. Dari
asal kata ‘ilm ini selanjutnya diIndonesiakan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan.’
Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan
pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari para
ilmuwan muslim (‘ulamā’/mujtahīd)
atas persoalan-persoalan duniawī dan
ukhrāwī
dengan bersumber kepada wahyu Allah.
Al-Quran sering menggunakan kata ilmu
dalam berbagai sighat (pola), yaitu masdar, fi’il mudhari, fi’il
madhi, amr, isim fa’il, isim maf’ul, dan isim tafdil. Antara lain kata al-‘ilm
terdapat dalam firman Allah:
øÎ) tA$s% ÏmÎ/L{ ÏMt/r'¯»t zNÏ9 ßç7÷ès? $tB w ßìyJó¡t wur çÅÇö7ã wur ÓÍ_øóã y7Ytã $\«øx© ÇÍËÈ ÏMt/r'¯»t ÎoTÎ) ôs% ÎTuä!%y` ÆÏB ÉOù=Ïèø9$# $tB öNs9 y7Ï?ù't ûÓÍ_÷èÎ7¨?$$sù x8Ï÷dr& $WÛºuÅÀ $wÈqy ÇÍÌÈ
Artinya:
“ingatlah ketika ia
berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu
yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?
“Wahai bapakku,
Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak
datang kepadamu, Maka ikutilah Aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan
yang lurus.”
Kata al-‘ilm dalam ayat ini berarti pengetahuan yang
berisi risalah ilahiah yang diterima Ibrahim dari Allah. Risalah itu berisi
ajaran tauhid dan ketentuan-ketentuan Allah yang mesti dipatuhi manusia. Selain
konsep ilmu, firman Allah ini juga menggambarkan tentang guna atau manfaat
suatu pengetahuan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain yaitu ia dapat
mengantarkan manusia ke jalan yang benar, yang penuh dengan kesenangan dan
kebahagiaan.
Secara harfiah ilmu dapat diartikan kepada tahu atau
mengetahui. Secara istilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu, atau memahami
hukum yang berlaku atas sesuatu itu. Terdapat tiga istilah dalam sistem
pengetahuan manusia, yaitu al-‘ilm, al-‘alim, dan al-ma’lum. Al-‘ilm
(ilmu) adalah tergambarnya hakikat sesuatu pada akal, dimana gambaran itu
merupakan abstraksi dari sesuatu itu baik kuantitas, kualitas maupun
substansinya. Al-‘alim (orang yang tahu) adalah orang yang telah
berhasil menyerap hakikat sesuatu itu. Sedangkan al-ma’lum adalah objek
tang dikaji dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Dalam pandangan al-Quran, ilmu itu dapat membentuk sikap
atau sifat-sifat manusia. Atau dengan kata lain, sikap atau karakter seseorang
merupakan gambaran pengetahuan yang dimilikinya. Maka perbedaan sikap dan pola
pikir antara seseorang dengan lainnya dilatarbelakangi boleh perbedaan
pengetahuan mereka.
Agama Islam menempatkan ilmu pada posisi yang sangat penting, sehingga mencari
ilmu itu hukumnya wajib. Islam juga mengajarkan bahwa dalam menuntut
ilmu berlaku prinsip tak mengenal batas, dimensi, ruang dan waktu. Artinya
dimanapun, di negara manapun dan kapanpun (tak mengenal batas waktu) kita bisa
belajar.
Prinsip bahwa belajar atau menuntut ilmu itu tak mengenal batas
dimensi ruang adalah Sabda Rasulullah, yaitu:
اُطْلُبُواالْعِلْمَ وَلَوْبِاالصّيْنِ
“Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri
China” (HR. Ibnu Barri).
Dan prinsip bahwa belajar itu tak
mengenal batas
dimensi waktu atau seumur hidup, yaitu:
اُطْلُبِ
الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى اللَّحْدِ
“carilah ilmu dari buaian
ibu (lahir) sampai ke liang lahat (wafat)”.
Begitu
juga Islam mengajarkan bahwa ilmu itu menentukan selamat atau bahagia tidaknya
manusia didunia dan akhirat. Rasulullah bersabda:
مَنْ
اَرَادَالدُّنْيَافَعَلَيْهِ بِلْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَالْاَخِرَةَ فَعَلَيْهِ
بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَهُمَامَعًافَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
“Barang
siapa menginginkan dunia ia harus berilmu, barang siapa
menginginkan akhirat ia harus berilmu, dan barang siapa menginginkan keduanya
maka ia harus berilmu”.
B. HADIS TENTANG ILMU PENGETAHUAN DAN
KEUTAMAAN ORANG YANG BERILMU
1. Hadis Tentang Ilmu Yang Bermanfaat Merupakan Amal yang Tidak Terputus
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَرضى
اللّه عنه أَنَّ رَسُوْلُاللّهِ صل اللّه عليه وسلم قَال: اِذَامَاتَ ابْنُ أَدَمَ
اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلَّامِنْ ثَلَا ثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْوَلَدٍصَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
Artinya: Dari Abu Hurairah ra.
Berkata: “Rasulullah saw. telah bersabda: Jika anak Adam meninggal, maka
terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu
yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan ibu bapaknya.” (HR. Muslim)
Analisi
Hadis
Hadis tersebut menjelaskan tentang
beberapa amalan yang tidak akan terputus jika sudah meninggal, yaitu diantaranya
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang mendoakan ibu bapaknya.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang
digunakan untuk beramal dalam rangka mendekatkan diri atau beribadah kepada
Allah. Ilmu akan bermanfaat jika kita sendiri terlebih dahulu mengamalkannya,
kemudian kita ajarkan ke orang lain. Ilmu yang
bermanfaat juga merupakan ilmu yang masuk dan menetap ke dalam relung hati manusia
yang kemudian melahirkan rasa tenang, takut, tunduk merendahkan dan mengakui
kelemahan diri di hadapan Allah swt.
Tidak diragukan bahwa ilmu yang paling utama adalah ilmu agama;
yang menjadikan seorang manusia mengenal diri dan Tuhannya, mendapat petunjuk, menunjukkan
jalan yang lurus, mengetahui hak dan kewajibannya, dan kemudian ilmu yang
menunjukkan hakikat kebenaran, atau mendekatkan kepada kebaikan, atau membawa maslahat baginya dan menjauhkan dari kerusakan.
Tidak aneh bila dalam riwayat Abu Umamah ra. yang berkata:
Dikatakan kepada Nabi SAW dua orang, salah seorang mereka seorang alim, dan yang
lain seorang ahli ibadah, maka Rasulullah SAW bersabda: "Keutamaan orang yang
berilmu dari orang yang ahli Ibadah bagaikan
keutamaanku atas orang yang paling rendah diantara kalian". Dan Hudzaifah
bin Yaman meriwayatkan dari Rasulullah SAW: "Keutamaan ilmu
lebih baik dari keutamaan ibadah"17. Dalam Hadits riwayat
Abu Darda': "Keutamaan orang yang berilmu atas orang yang beribadah bagaikan keutamaan bulan purnama atas semua bintang".
Di antara keutamaan ilmu atas ibadah: keutamaannya tidak terputus
dengan kematian. Orang yang shalat, puasa, berzakat, pergi haji, umrah,
berdzikir dan sebagainya, akan mendapat pahala disisi Allah SWT, akan tetapi ia
akan berhenti bila tidak dilaksanakan. Adapun ilmu, dampaknya akan kekal dan
mengalir, selama manusia mengambil manfaat darinya, walaupun
bertahun-tahun dan berabad-abad masa terlewati.
2.
Hadis tentang Menuntut Ilmu dan Keutamaan Orang yang Berilmu
عَنْ كَثِيْرٍبْنِ قَيْسٍ قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا مَعَ
أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ، فَجَاءَهُ رَجُلٌ، فَقَالَ : يَا
أَبَاالدَّ رْدَاءِ! إِنِّي جِىءْتُكَ مِنْ مَدِيْنَةِ الرَّسُوْلِ! لِحَدِيْثٍ
بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُوْلِاللّهِ، مَاجِىءتُ لِحَاجَةٍ! قَالَ: فَاِنِّيْ
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّه ص. يَقُوْلُ: مَنْ سَلَكَ طَرِيْقً يَطْلُبُ فِيْهِ
عِلْمًا سَلَكَ اللّه بِهِ طَر]قً مِنْ طُرُوْ قِلْ الْجَنَّةِ، وَاِنَّ الْمَلَا
ءِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضً لِطَالِبِ الّعِلْمِ، وَاِنَّ الْعَا لِمَ
لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ، وَمَنْ فِى الْاَرْضِ، وَالْحِيتَانُ
فِيْ جَوْفِ الْمَاءِ، وَإِنْ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَا بِدِ كَفَضْلِ
الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَا ءِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّالْعُلَمَاءَ
وَرَثَةُ الْاَنْبِيَاءِ، وَاِنَّالْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَا رًا
وَلَا دِرْهَمَاوَرَّثُواالْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظِّ وَافِرٍ.
Artinya: “Dari Katsir
bin Qais, dia berkata: ketika aku duduk-duduk bersama Adbu Darda dalam sebuah
masjid di Damaskus, seorang lelaki datang, Abu Darda’, dia berkata “wahai Abu
ad-Darda, aku datang dari kotanya Rasulullah lantara suatu hadis yang telah kamu ceeritakan dari
Rasulullah. Aku kesini untuk keperluan itu (mencari tahu dan memastikan kebenarannya)!”
abu Ad-Darda lalu berkata, “sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
“barangsiapa berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memperjalankannya diantara
jalan-jalan yang ada di Surga, sedangkan Malaikat akan meletakan sayapnya
(memberikan doa) lantaran senang dengan para penuntut ilmu seluruh penghuni
langit serta bumi dan ikan-ikan di dasar laut akan memintakan ampunan kepada
orang yang mempunyai ilmu pengetahuan, karena kelebihan dan keutamaan orang
yang mempunyai ilmu pengetahuan atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan pada
malam purnama atas bintang-bintang disekitarnya. Sesungguhnya para ulama adalah
pewaris para Nabi dan para Nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, melainkan
mewariskan ilmu pengetahuan. Barangsiapa mengambilnya berarti telah mengambil
bagian yang banyak. (Shahih)
Analisis Hadis
Cukuplah sebagai bukti yang menunjukkan keutamaan ilmu bahwa majlis-majlisnya diliputi
oleh para malaikat, diturunkan ketenangan dan rahmat serta disebutkan oleh Allah
SWT di langit yang mulia.
Para malaikat meletakkan sayap mereka untuk para penuntut
ilmu menunjukkan penghormatan, dan meliputi berarti menjaga dan melindungi. Hadits
di atas menunjukkan betapa para malaikat menyukainya dan menjaganya,
yang menunjukkan kemuliaan dan keutamaannya.
Rasulullah saw
bersabda:
يَسْتَغْفِرُلِلْعَالِمِ مَافِى
السَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضِ
Artinya: “sesuatu yang dilangit
dan bumi itu memohonkan ampunan bagi orang ‘alim (pandai)”
Allah swt
berfirman:
yÎgx© ª!$# ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#qä9'ré&ur ÉOù=Ïèø9$# $JJͬ!$s% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ 4 Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd âÍyêø9$# ÞOÅ6yÛø9$#
“Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak
ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 11)
Maka lihatlah bagaimana
Allah SWT memulai dengan diriNya, keduanya dengan Malaikat dan ketiganya dengan
orang-orang ahli ilmu. Dengan ini cukuplah bagimu (untuk mengetahui) kemuliaan,
keutamaan, kejelasan dan kelebihan orang-orang ahli ilmu.
Ibnu Abbas berkata:
“para ulama memperoleh beberapa derajat diatas kaum mu’minin dengan tujuh ratus
derajat yang mana antara dua derajat itu perjalanan lima ratus tahun.
Islam juga menjanjikan derajat yang
tinggi untuk orang berilmu, Allah berfirman:
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy
“Allah tinggikan (kedudukan) mereka yang
beriman diantaramu dan mereka yang mendapat ilmu pengetahuan beberapa derajat
(lebih tinggi)”. (QS. Al
Mujadilah; 11
Sumber
Ilmu
Pada hakikatnya, ilmu adalah salah
satu sifat Allah, karena sifat itulah Dia disebut dengan ‘Alim (yang
maha tahu). Dia adalah sumber utama ilmu. Segala pengetahuan yang diperoleh
manusia merupakan anugerah-Nya. Ilmu Allah tiada terbatas, manusia hanya
memperoleh sedikit saja daripadanya. Sedalam apapun pengetahuan manusia
mengenai sesuatu, ia tetap saja terbatas karena keterbatasan pikiran dan
potensi yang ada dalam jiwanya.
Banyak ayat al-Quran yang
menyebutkan bahwa Tuhanlah yang mengajar manusia. Diantara ayat tersebut
menyatakan: “Tuhan mengajar manusia dengan pena, Dia mengajarkan kepada
manisia sesuatu yang belum diketahuinya” (QS. Al-Alaq: 4-5), Dia
mengajar Manusia bertutur (QS Ar-Rahman: 4). Berdasarkan ayat-ayat ini
teranglah bahwa Allah Maha Guru bagi manusia. Ilmu pengetahuan yang dimiliki
manusia merupakan ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan-Nya. Tetapi karena
keterbatasan manusia itu sendiri, maka pengetahuannya banyak bersifat nisbi dan
zanni. Hanya ilmu Tuhanlah yang bersifat mutlak. Maka itu;ah sebabnya, teori
yang ditemukan oleh seorang ilmuan, misalnya kadang-kadang dibantah atau
dibatalkan oleh penemuan lain.
Al-Quran
menggambarkan, ada dua cara Tuhan mengajar manusia, yaitu pengajaran langsung
yang disebut dengan wahyu atau ilham dan pengajaran tidak langsung. Cara yang
terakhir ini berarti, bahwa Allah mengajar manusia melalui media yaitu fenomena
alam yang Dia ciptakan. Tuhan menciptakan alam dan segala isinya serta hukum
yang berlaku padanya. Alam ini, sebagai mahluk Allah, menyimpan bebagai rahasia
ilmu pengetahuan. Kemudian manusia mempelajarinya sehingga menemukan sistem
hukum alam tersebut yang selanjutnya dapat digunakan bagi kepentingan hidup
manusia. Maka pekerjaan seorang ilmuan hanya mencari dan menemukan hukum atau
teori, bukan menciptakan hukum. Artinya, para ilmuan hanya menemukan teori atau
hukum yang telah Allah tentukan berlaku pada alam. inilah yang dimaksud dengan
“Tuhan mengjar manusia melalui alam dan segala isinya”.
Jadi manusia merupakan mahluk
pencari ilmu. Ilmu itu dia dapatkan melalui alam, wahyu yang tersurat, dan atau
ilham. Semua ilmu yang diperoleh manusia dari manapun dia pelajari adalah ilmu
Tuhan atau bersumber dari Tuhan.
Inilah satu diantara perbedaan ilmu dalam perspektif
islam dengan ilmu dalam perspektif Barat sekuler. Bagi kaum sekuler, ilmu itu
dibentuk atas dasar fakta empiris atau indrawi tanpa menghiraukan sumbernya,
yaitu Allah. Sedangkan dala perspektif islam, ilmu itu bersumber dari Allah
maka Dia menjadi pusat utama dalam pembelajaran dan penelitian.
Ilmu Merupakan Petunjuk Kepada Amal
Selain sebagai petunjuk keimanan, ilmu juga merupakan petunjuk
amal. Imam Bukhari mengatakan: "Bab Ilmu sebelum berkata dan
beramal". Ibnu Munir berkata: "imam Bukhari bermaksud untuk
menjelaskan bahwa ilmu merupakan syarat sahnya suatu perkataan dan perbuatan,
sehingga keduanya tidak dianggap kecuali bila berdasarkan ilmu, karena
ilmu membenarkan niat dan perbuatan.
Sesungguhnya
orang yang takut kepada Allah SWT dan memuliakanNya dengan sebenar-benarnya
hanyalah orang yang mengenalNya dan mengetahui kemuliaanNya, seta kuasaNya atas
hamba-hambanya, sebagai hasil dari perenungan tentang hakikat ciptaan dan
syariatNya. Mereka itulah orang yang berilmu. Dan ketakutan yang dimaksud adalah
rasa yang mendorong untuk beramal shalih dan menjauhi yang buruk. Ibadah
yang dilakukan tanpa ilmu bagaikan bangunan tanpa pondasi, karen ilmu adalah
sesuatu yang menjelaskan rukun-rukun ibadah dan syarat-syaratnya, adab-adabnya, dan
rahasianya. Sebagaimana ia juga membenarkan dan membatalkannya, serta hal
yang menyempurnakannya atau menguranginya. Ilmu membuat
orang tahu derajat sesuatu, serta tingkatan amal, sehingga ia bisa membedakan
yang wajib dan sunnah, yang penting dan tidak penting. Serta menjelaskan yang
dasar dan cabang, sehingga tidak mendahulukan perkara sunnah atas yang fardhu, yang
tidak penting atas yang penting.
C. Adab-Adab Menuntut Ilmu
1. Ilmu adalah ibadah
Ingatlah bahwa menuntut ilmu adalah ibadah, para ulama
berkata: "ilmu adalah shalat
yang rahasia dan ibadah hati". Oleh karena itu maka disyaratkan
sebagaimana syarat yang diharuskan dalam ibadah, yaitu Niat yang ikhlas karena Allah
SWT. Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Amirul Mukminin: "Sesungguhnya perbuatan itu tergantung niat". Bila ilmu tidak didasari oleh keikhlasan, ia akan berpindah dari ibadah yang paling utama menjadi
pelanggaran yang paling besar. Tidak ada yang lebih menghancurkan ilmu
daripada riya, baik riya syirik maupun riya' ikhlas, seperti mengatakan
dengan keras: saya tahu dan hafal. Oleh karena itu, maka kita harus
membersihkan niat dari hal yang mengotorinya; seperti senang untuk didahulukan, melebihi orang lain,
menjadikan
ilmu perantara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti kedudukan, harta, kehormatan, prestise, ingin dipuji, menjadi pusat perhatian, dan sebagainya. Bila hal-hal ini tercampur dalam niat maka ia akan merusaknya dan menghilangkan keberkahan ilmu.
2.
Selalu merasa diawasi Allah SWT
Hendaklah kita selalu merasa diawasi oleh Allah SWT
dalam keadaan sendiri maupun
tampak. Bersikaplah kepada Allah SWT antara takut dan mengharap, karena sesungguhnya
keduanya bagi seorang muslim bagaikan kedua sayap burung, maka hendaklah hatimu
dipenuhi dengan cinta kepada Allah SWT dan lidahmu dengan zikir, serta senang
akan hukum-hukum dan hikmahNya Allah SWT.
3.
Rendah hati dan membuang jauh-jauh kesombongan dan keangkuhan
Hiasilah diri dengan adab yang baik; seperti 'iffah (menjaga
kesucian), lemah lembut, sabar, tawadhu kepada kebenaran, tenang, dan rendah
hati, seraya selalu mengingat kemuliaan ilmu dan tunduk kepada kebenaran.
4. Bersikap lemah-lembut
Biasakan lembut dalam berbicara, jauhi kata-kata kasar,
karena ucapan yang lembut
akan melunakkan jiwa yang keras.
5. Banyak berpikir
Orang yang banyak berpikir akan mengetahui. dikatakan:
"Berpikirlah maka kamu
akan tahu". Maka berpikirlah ketika berbicara, apa yang kau bicarakan? Apa akibatnya? Dan berhati-hatilah dalam mengungkapkan
sesuatu, pikirkanlah bagaimana memilih ungkapan yang cocok untuk hal yang
dimaksud dalam pembicaraan dan berpikirlah ketika ada yang bertanya; bagaimana
memahami pertanyaan sesuai yang dimaksud sehingga tidak tercampur aduk
maksudnya.
6. Menghiasi diri dengan muru'ah32:
Diantara muru’ah adalah berakhlak baik, berwajah
cerah, menyebarkan salam, membantu
manusia, pemurah tanpa sombong, penuh harga diri tanpa angkuh, tidak fanatik dan melindungi tanpa membabi-buta. Sehingga dengan melakukan hal itu maka sifat-sifat yang
baik akan terus melekat pada
kebiasaan, perkataan, perbuatan, dan terjaga dari perbuatan yang hina; seperti:
ujub,
riya, sombong, angkuh, menghina orang lain dan mendekati tempat yang meragukan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan demikian belajar atau menuntut ilmu
pengetahuan pada hakikatnya tidak hanya semata-mata pencarian ilmu. Atau dengan
kata lainnya penguasaan ilmu bukanlah tujuan utama suatu pembelajaran.
Penguasaan ilmu hanya sebagai jembatan atau alat yang dapat mengantarkan
manusia kepada kesadaran, keyakinan, dan perasaan atau sikap positif terhadap
fenomena alam dan kehidupan sebagai suatu system ilahiah. Dan pada akhirnya hal
ini dapat melahirkan perilaku seorang hamba yang menyadari kehadiran Tuhan
dalam setiap saat kehidupan yang dilalui.
B.
Saran
Demikian makalah ini kami susun. Penulis menyadari dalam makalah
ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempuna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya
ilmiah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber referensi dan
bermanfaat bagi pembaca. Amiin.
DAFTAR PUSAKA
Al Ghazali. 2003. Terjemahan
Ihya Ulumiddin Jilid I. Semarang: CV. Asy
Syifa’.
Muchtar, Heri Jauhari. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Yusuf, M. Kadar. 2012.Tafsir
Tarbawi.Pekanbaru Riau: Zanafa Publishing.
Comments
Post a Comment